Novel laris Negeri 5 Menara karya Achmad Fuadi, yang diterbitkan Gramedia, memang berhasil merebut hati banyak pembaca. Tak sedikit dari pembaca yang berharap Negeri 5 Menara bisa dilayarlebarkan.
Keinginan pembaca Negeri 5 Menara tersebut dinilai tak lepas dari daya tarik bacaan setebal 400 halaman yang menyuguhkan pesan moral nan inspiratif tersebut. Sebagai penulis, Fuadi tak menampiknya. "Dua tahun yang lalu Negeri 5 Menara terbit untuk membagi inspirasi. Pengalaman hidup saya sengaja saya bikin ke dalam novel untuk menginspirasi," cerita Fuadi dalam sebuah wawancara di Penang Bistro, Jalan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Rabu (4/5/2011).
Menjawab harapan pembaca setianya, Fuadi akhirnya berpikir dalam lingkup yang lebih luas. "Ada beberapa produser yang terinspirasi untuk memfilmkan. Saya pikir ini akan lebih bagus lagi kalau difilmkan karena reading habbit di negara kita masih kurang. Spirit dari novel ini intinya man jadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Jadi, kenapa enggak yuk kita bikin film,"
ujarnya.
Gayung pun bersambut. Produser yang juga penulis skenario, Salman Aristo, bersedia digandeng untuk menerjemahkan Negeri 5 Menara ke layar lebar. "Cerita ini memang bisa mewakili semua orang dengan semangatnya. Gue melihat ini ada kesempatan untuk diadaptasi ke medium yang lebih besar seperti film," kata Salman.
Namun, menurutnya, novel Negeri 5 Menara akan sedikit mengalami modifikasi ketika diterjemahkan ke film. "Memang bukan apple to apple, tapi ini apple to orange, tapi tetap ada semangatnya, nuansanya sama, cuma mediumnya yang beda," urainya.
"Hanya saya minta agar spirit man jadda wajadda, konten lokal kedaerahannya tetap ada dan menjadi benang merah," timpal Fuadi.
Keinginan Fuadi untuk menjaga benang merah antara novel dan film pun disanggupi Salman. Selain itu, pada sisi penokohan karakter, Salman menginginkan wajah lokal pendatang baru.
Tentunya, ia dalam hal tersebut satu visi dengan Fuadi yang berharap konten lokal dipertahankan. "Nanti akan ada enam karakter dari berbagai kultur, mereka diceritakan berusia 15 tahun. Ini dipastikan wajah baru semua, apalagi saat ini sulit mencari artis berusia 15 tahun. Ya disesuaikan saja dengan kebutuhan film yang mengutamakan konten lokal ini," kupas Salman.
"Pada intinya, Negeri 5 Menara sebuah potret Indonesia kecil dengan pondok madaninya yang menghasilkan seorang pemuda yang visioner," lanjutnya.
"Makin ke sini, perkembangan film Indonesia makin menarik, makin berani menunjukkan lokalitas. Seperti Laskar Pelangi, anak-anak berani menunjukan bahasa Balitong. Memang bukan zamannya lu pakai anak Jakarta untuk meng-capture orang Batak, jadi sengaja dibatak-batakin. Artinya lokalitas adalah kekuatan, dan Laskar Pelangi dengan lokalitasnya sudah sampai terbang ke Berlin," ujarnya.
Dengan begitu, sutradara Affandi Abdul Rachman bersama KG Production memiliki pekerjaan rumah yang tak mudah. "Nah, kalau (film) yang lain punya satu kultur, kami punya enam kultur yang dibikin satu. Makanya enggak salah kalau dibilang produksinya lama dan ini enggak dibuat seadanya. Kalau dibuat seadanya, ya percuma nanti semangat man jadda wajadda-nya," kata Affandi.
Nantinya, film Negeri 5 Menara tak sekadar menginspirasi dengan nilai-nilai konten lokalnya semata. Kisah romantisme pun tak ketinggalan menjadi bumbu cerita. "Ya ada cerita romance,apalagi ini kan cerita anak yang lagi di usia puber. Mereka besar di lingkungan pesantren Gontor. Jadi, mereka ceritanya kalau lagi libur setiap Jumat itu naik sepeda ontel lihat-lihat ke depan pesantren putri. Ya sebatas itu saja, tidak hubungan cinta yang gimana-gimana," janji Fuadi.
Rencananya, film Negeri 5 Menara dapat dinikmati mulai awal 2012. "Mei ini kami masih casting di Graha Obor dan di beberapa Toko Buku Gramedia, mulai Gramedia Matraman dan Depok. Juni nanti mulai masuk produksi. Ya insya Allah awal 2012-lah bisa dinikmati filmnya," tuntas Fuadi. (sumber: Kompas.com)
Reading to improve the quality of life
No comments:
Post a Comment