June 13, 2009
Judul: SARUNDAJANG Di Balik World Ocean Conference
Pengarang : Michael F. Umbas
Penerbit : MIKA Publishing
Sinopsis :
Wajah Sulut seolah tak henti bersolek. Bumi berjuluk “Nyiur Melambai” terus merias dan mempercantik diri. Daerah eksotik dengan luas wilayah 15.376,99 km2, serta merta dilanda euphoria menyambut sebuah hajatan kolosal bertajuk World Ocean Conference. Pertemuan monumental ini akan menyedot perhatian segenap pemangku kepentingan dunia. Di Manado, segenap mata akan tertuju pada sebuah pertemuan strategis yang mengusung dua arus isu penting universal; laut dan lingkungan. Keduanya memiliki keterkaitan erat, saling mengikat dan terkait dengan persoalan eksistensi ekosistem dan kemanusiaan.
Sejumlah peserta mewakili negara-negara dunia akan berkonferensi, duduk di satu meja di ruang-ruang pertemuan di Manado, sebuah titik bumi di provinsi Sulut (Sulawesi Utara) yang secara geostrategi terletak antara 0015’ – 5034’ Lintang Utara dan antara 123007’ – 127010’ Bujur Timur. Posisi Sulut terbilang strategis karena berbatasan dengan Laut Sulawesi, Republik Filipina dan Laut Pasifik sebelah Utara, Laut Maluku di sebalah Timur, sebelah selatan dan barat masing-masing teluk Tomini dan Provinsi Gorontalo.
Sulut adalah anugerah alam yang diselimuti laut dan gugusan pulau-pulau. Sangat beralasan jika daerah ini akan menjadi tuan rumah sebuah rembuk global membahas masa depan laut dan dampak terhadap perubahan iklim (climate change).
Komentar :
“Saya mendukung penuh. World Ocean Converence di Manado pada 2009 harus sukses melahirkan Manado Ocean Declaration.”
-Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia.-
“Ini adalah gagasan yang baik. Saya sarankan agar diupayakan sebanyak mungkin didukung oleh badan-badan internasional agar lebih berbobot dan legitimate.”
-Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia.-
“Saya mendukung WOC2009 sebagai bagian dari komitmen kami menyukseskan forum Coral Triangle Iniciatives (CTI) Summit.”
-Gloria Macapagal Arroyo, Presiden Filipina.-
“Menggelar iven penting seperti WOC ini tidak serta merta menuntut kesiapan fasilitas dan infrastruktur yang mewah. Yang terpenting isu ini mampu merasuk ke dalam kepentingan dan urgensi global.”
-Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia.-
“… Saya sungguh yakin melalui event World Ocean Conference, kita dapat membuat perubahan yang signifikan dengan mengembangkan pendekatan komprehensif unutk menjaga dan melestarikan sumber daya laut bagi keuntungan seluruh umat manusiia di bumi.”
-Freddy Numberi, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.-
Tentang Penulis :
Seolah tak ingin berhenti menulis. Sosok Michael Frankwin Umbas memang identik dengan dunia kata dan berita. Sejak di bangku SMA ia sudah jatuh hati dengan profesi jurnalis. Diawali sebagai penulis kolom di Harian Manado Post pada rubrik Jendela Sekolah dan Sumekola di Harian Suluh Merdeka, ia menunjukan totalitaslitas menulis dengan gaya khas
Ia menemukan rumah kreatifitas ketika mendirikan tabloid Telegraf dengan (alm) Landy Wowor yang kemudian bermetamorfosa menjadi Koran harian tahun 2000. dimulai dari reporter biasa hingga menjadi redaktur pelaksana dan wakil pimpinan redaksi di harian tersebut, menunjukan kiprah yang konsisten dan dinamis. Ia dan sejumlah penulis muda menampilkan corak baru pada media Telegraf hingga kemudian menjadi fenomenal kerena tampilan berita yang kritis. , mengangkat realita apa adanya. Tak dinyana, Telegraf menjadi media favorit hingga menembus oplah tertinggi karena kontennya aktual dan ciri penulisan yang tajam.
Ketika Sinar Harapan, sebuah media nasional ‘bangkit’ kembali setelah sekian lama tidak terbit karena – dibreidel di jaman orde baru – ia diajak bergabung unutk membesarkan dan mengembalikan kejayaan media yang dipimpin oleh sosok H. G. Rorimpandey itu. Dimulai sebagai kopresponden Sulut, kemudia ditarik ke Jakarta menjadi wartawan di desk poitik dan nusantara.
Pada tahun 2002, ia menuju Amerika Serikat untuk melakukan sebuah liputan, dan kemudian memilih untuk menetap di sanan. Naluri sebagai ‘orang media’ menggiringnya mendirikan sebuah penerbitan unutk konsumsi masyarakat Indonesia yang haus informasi tanah air, apalagi di tempat ia tinggal wilayah di Los Angeles dikenal sebagai ‘the largest Indonesian society in USA’. Ia mendirikan tabloid “Cahaya Times”, koran berbahasa Indonesia bekerjasama dengan “The Sun”, sebuah koran harian di kota San Bernardino. Media ini menjadi bahan bacaan pilihan warga Indonesia yang haus informasi tentang tanah air. Kecintaannya dengan tanah air, menuntutnya kembali ke Indonesia. Sementara waktu ia meninggalkan hiruk pikuk jurnalistik dan memulai sejumlah aktivitas bisnis di Jakarta, hingga kemudian diajak bergabung dalam tim media Otorita Batam untuk menyusun buku tentang kiprah badan yang dipimpin oleh Ismeth Abdullah itu. Bersama sejumlah wartawan nasional antara lain Jeffrey Rawis, mereka menerbitkan buku berjudul “Batam; Komitmen Setengah Hati” (2004).
Pada tahun 2005, ia mendirikan Tabloid Media BUMN, media yang khusus mengulas success story badan usaha milik Negara. Sebagai pemimpin redaksi , ia bergaul dikalangan BUMN dan melakukan serangkaian aktivitas pencitraan sejumlah BUMN yang kerap diidentikan dengn sarang penyamun dan sejumlah persepsi minor lainnya. Bersama “BUMN Executive Club”, Media BUMN menggelar aneka kegiatan dalam rangka tujuan trersebut.
Pada tahun 2006, ia menerbitkan buku “Saatnya Merdeka dari sakit” (Rekam Jejak askes dalam penyelanggaraan Asuransi Kesehatan Rakyat Miskin). Buku yang khusus mengulas geliat lembaga BUMN Kesehatan Askes Dalam Rangka menjadi agen pemerintah untuk menjalankan kewajiban memenuhi hak sehat masyarakat miskin, atau kerap disebut Askeskin. Saat ini ia didaulat menjadi pemimpin redaksi Media Kawanua, Media terbitan Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) yang terbit di Jakarta. Selain itu, ia di angkat menjadi editor senior pada sejumlah free magazine.
Aktivitas merangkai kata sepertinya tak akan hilang dari sosok pengagum Tom Wolfe, perintis jurnalisme sastra ini.
Reading to improve the quality of life
Labels:
Buku Baru